Jumat, 20 Oktober 2023

Massita besseng



 Massita besseng adalah kunjungan kedua orang tua pengantin laki-laki bersama beberapa kerabat dekat ke rumah pengantin wanita untuk bertemu dengan besannya (orang tua pengantin wanita) kegiatan ini dilakukan pada malam harinya yakni selesai acara malukka atau satu hari setelah pernikahan selesai.

Massiara



 Massiara’ merupakan tradisi warga Bugis berkunjung ke rumah keluarga dan handai tolan di hari raya. Biasanya saat massiara’, tamu akan dijamu makan bersama oleh tuan rumah. Setiap rumah seolah wajib mappanre’ (memberi makan) kepada para tamu yang datang.

Dulu penulis memaknai massiara’ bukan hanya merajut silaturahmi dan bermaafan di hari raya, namun juga momentum menghilangkan lapar minimal sehari dalam setahun. Itu karena tiap rumah terbuka untuk saling mengunjungi dan tiap bertamu dijamu dengan makanan khas hari raya. Biasanya disambut burasa (makanan khas Bugis-Makassar), olahan ayam/daging dan kue kering.

Mapparola



 MAPPAROLA

Mapparola merupakan kunjungan mempelai wanita ke rumah orang tua mempelai pria. Mempelai wanita datang ditemani iring-iringan dari keluarga mempelai wanita. Mempelai wanita juga membawa seserahan berupa perlengkapan pribadi dan kue-kue untuk mempelai pria. Kunjungan ini sangat penting bagi masyarakat Bugis Makassar karena kunjungan tersebut menandakan kalau mempelai wanita diterima dengan baik di keluarga mempelai pria. Di Mapparola inilah, mempelai kembali sungkem kepada orang tua dan kerabat yang dituakan dari mempelai pria. Setelah acara Marola atau Mapparola selesai, kedua mempelai akan kembali ke rumah mempelai wanita.

Mappasikarawa

 


 Mappasikarawa merupakan salah satu proses adat dalam upacara pernikahan adat Bugis, yang mempertemukan antara mempelai pria dengan mempelai perempuan setelah melalukan akad nikah dan sudah secara sah menjadi suami istri dan telah sempurnanya ucapan ijab kabul yang dipimpin oleh wali perempuan atau pihak yang diamanahkan kepada penghulu. Prosesi ini mempertemukan kedua pengantin dengan cara membawa pengantin pria memasuki menuju ke kamar pengantin perempuan yang dijaga oleh pihak keluarga. Lalu dalam pertemuan keduanya ini maka pihak suami akan diantar pihak keluarga hingga sampai ke depan pintu kamar dan tidak bisa begitu saja masuk dengan mudahnya untuk bisa menemui sang istrinya, sebagai simbol menjemput cinta pada pihak keluarga perempuan. Terdapat upacara drama tarik menarik pintu kamar antara kedua pihak mempelai pengantin, pada proses ini maka biasanya pihak suami akan menyerahkan seserahan seperti berupa uang logam, dan uang kertas, juga gula-gula agar bisa masuk menembus pintu supaya bisa dibuka dengan segera. Prosesi unik romantis ini pun berlanjut hingga setelah sampai dan masuk ke dalam kamar bersama dengan beberapa orang keluarga dan lalu dilanjutkan dengan melakukan proses mappasikarawa oleh keluarga tetua yang dihormati ataupun yang dituakan. Mula-mula tangan pria akan dituntun untuk menyentuh lembut tangan sang istri, dimulai dari kedua ibu jari yang saling dipertemukan, bisa juga dengan tangan sang suami yang diarahkan ke sisi wajah tepat di bawah telinga sang istri, lalu ke arah dada yang ada di bawah leher, dan yang terakhir ialah sang suami mencium dahi sang istri setelah sebelumnya sang istri mencium tangan sang suami pada saat berjabat tangan. 

Mappasili

 


Mappasili

Mappasili merupakan prosesi siraman yang dilakukan dalam pernikahan adat Bugis. Tujuan dari ritual ini adalah untuk membersihkan diri calon pengantin sekaligus menolak bala dari segala malapetaka yang tidak diinginkan. Air siraman mappasili diambil secara langsung melalui tujuh sumber mata air yang juga berisi tujuh macam bunga. Ada pula taburan koin yang dimasukkan ke dalam air mappasili. Usai prosesi siraman, air berisi koin tersebut kemudian akan diperebutkan oleh para tamu yang belum menikah. Sebagian orang Bugis percaya bahwa mereka yang berhasil mendapatkan koin akan dimudahkan jalannya untuk mendapatkan jodoh.


Mappacci



 Ritual mappacci adat Bugis merupakan bentuk tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada daerah tertentu, yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang yang hingga kini masih berlaku, contohnya Bugis.

Seperti halnya tradisi Bugis Makassar yang masih menggunakan adat mappacci ini. Mappacci berasal dari kata paccing (bersih atau biasa disebut hari pacar) yang merupakan upacara perkawinan adat yang diturunkan secara turun temurun yang bertujuan untuk membersihkan kedua mempelai dari segala hal yang tidak baik yang dapat menjadi penghambat dalam melaksanakan adat perkawinan.

Ritual mappacci adat bugis tidak hanya untuk calon mempelai wanita saja, melainkan mempelai pria juga melakukannya. Dimana pada saat berlangsungnya acara mappacci, mempelai didampingi oleh kedua orang tuanya sendiri.

Didalam menyelenggarakan adat mappacci kedua calon mempelai harus menyiapkan perlengkapan sebelum acara dilaksanakan. Adapun perlengkapan yang disediakan kedua mempelai yaitu lilin menyala, beras, bantal yang diletakkan di depan calon pengantin, sarung yang berlapiskan tujuh lembar, daun pisang, daun nangka dan daun pacci.

Dimana perlengkapan tersebut ternyata memiliki maknanya masing masing yaitu:

1.Lilin menyala yang menjadi simbol menerangi kehidupan yang akan di tempuhnya.

2.Beras yang menjadi lambang akan datangnya rezeki yang berlimpah kepada kedua mempelai.

3.Bantal yang diletakkan di depan calon pengantin memiliki simbol martabat atau kehormatan.

4.Sarung yang berlapiskan tujuh lembar yang bersimbol memudahkan (matujju) rezeki bagi kedua mempelai dalam turun temurun untuk kehidupan selanjutnya.

5.Daun pisang disimbolkan sebagai kehidupan yang sambung menyambung seperti daun pisang di alam senantiasa tumbuh saling berganti.

6.Daun nangka (panasa) dimana dalam bugis kata manasa atau mamminasa diartikan harapan bagi calon pengantin.

7.Daun pacci melambangkan terciptanya kerukunan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya.

8.Khatam Al Qur'an, sebelum menyelenggarakan adat mappaci, apabila mempelai belum khatam Al Qur'an maka diselenggarakan sebelum acara mappacci dimulai.

Proses berlangsungnya acara mappacci yaitu dalam pelaksanaan mappacci melibatkan seluruh keluarga besar dari kedua calon mempelai. Lazimnya, melibatkan sembilan pasang keluarga yang berasal dari keluarga ayah dan ibu termasuk ayah dan ibu mempelai.

Melibatkan keluarga besar bertujuan untuk membekali calon mempelai dengan restu dan teladan agar mampu menjalin peran suami istri yang mendatangkan keberkahan dan kesetiaan.

Ritual mappacci menjadi simbol bahwa calon pengantin sudah siap secara lahir dan batin dengan niat yang tulus suci menjalani kehidupan pernikahan.

Ritual mappacci yaitu calon pengantin akan duduk diatas lamming atau tempat pengantin. Lalu satu persatu pasangan atau orang yang ditunjuk akan mengusapkan daun pacci atau daun pacar pada telapak tangan mempelai seraya melantunkan doa dan harapan untuk calon mempelai. Adapun yang terpilih dalam melakukan ritual mappacci merupakan para keluarga dekat (sesepuh) atau orang yang memiliki rumah tangga yang bahagia agar diharapkan calon mempelai bisa meneladani serta memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia di kemudian hari.

Setelah itu, disambung dengan mabarasanji yang biasa di sebut berzikir dan membaca sholawat Nabi SAW dan di tutup dengan ucapan Alhamdulillah.

Mappanre Temme



 Mappanre Temme

Dalam bahasa Bugis, mappanre berarti memberi makan, sementara temme adalah tamat. Tradisi mappanre temme ini berhubungan langsung dengan orang yang tamat mengaji atau khataman Al-Qur'an. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, mappanre temme merupakan sebuah kebiasaan dari masyarakat Bugis yang selalu memberi apresiasi terhadap orang yang berhasil khatam Al-Qur'an dengan cara diberi makan. Tradisi ini juga kerap dilakukan oleh calon pengantin tepat di sore hari sebelum hari pernikahan tiba dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an langsung dari calon pengantin.


Massita besseng